Heart Keeper

G-DragonHeart Keeper

“Jika waktu adalah uang, maka ATM adalah mesin waktu hahaa.”

Ji-Yong tertegun ketika mendengar kalimat yang sangat familiar di telinganya ketika matanya menangkap sebuah mesin ATM. Matanya refleks mencari si sumber suara yang kemudian membuat kepalanya bergeleng. Tidak ada satu orang pun didekatnya dan jika ada seseorang pun, dia tidak akan mendengat kalimat itu. Karena kalimat sederhana itu hanya akan keluar dari mulut seorang gadis yang sangat dikenalnya.

Gadis yang membuat hidupnya berantakan. Tidak kemarin, hari ini bahkan sampai esok hari, mungkin juga sampai ia meninggal nanti.

Bisa dikatakan bahwa ia mengenal gadis itu. Sejak gadis itu lahir kedunia. Ia bahkan ingat sepatu kecil yang dipake gadis itu masuk ke TK. Ia masih ingat lagu pertama yang dinyanyikan gadis itu. Semua hal tentang gadis itu, kecuali sikapnya pada gadis itu.

Gadis itu selalu berjalan dibelakangnya sambil bernyanyi dengan nada riang. Ketika hujan datang, atau badai salju dihadapan mereka, gadis itu akan tersenyum secerah matahari dan ketika matahari bersinar sangat sejuk gadis itu akan berlari dan…

Brugg…

Ji-Yong melihat gadis itu terjatuh, kulit putihnya bergoresan dengan aspal dan kerikil tapi ia memandang gadis itu selama beberapa detik sampai gadis itu menggangkat kepalanya dan tersenyum, “tidak apa-apa. Aku hanya terpeleset.”

Gadis itu kemudian bangun dan berjalan seperti biasanya.

Ji-Yong tidak pernah melihat itu sebagai kelemahannya sampai ia menyadari bahwa ia tidak pernah tau seberapa banyak air mata yang di tahan oleh gadis itu.

Oppa[1], aku ingin menjadi ilmuan.” Ucapnya membuat Ji-Yong menaikan sebelah alisnya.

“Kenapa? Bukannya kau benci sekali matematika, huh.” Cibir Ji-Yong, “Untuk menjadi ilmuan kau tidak hanya perlu berkhayal, kau juga harus pandai berhitung.”

Gadis itu bergelayut di lengan Ji-Yong, hal biasa yang sering dilakukan mereka berdua. Bahkan ketika gadis itu belajar berjalan, Ji-Yonglah yang menuntunnya.

“Karena aku ingin. Aku ingin menciptakan sebuah benda. Jika nanti aku gagal maka aku akan mewariskan benda itu pada orang lain.”

“Tch, kau hanya membuat orang lain kerepotan.”

“Tapi aku percaya bahwa alatku akan berhasil pada waktunya.” Gadis melepaskan tangannya dari Ji-Yong lalu berjalan mendahuluinya lalu berbalik tiba-tiba membuat  rok yang di pakainya sedikit terangkat. Ji-Yong mendecak menarik gadis itu lalu menyematkan jaketnya di pinggang gadis itu, “jika kau ingin menciptakan sesuatu, hal pertama yang harus kau ingat adalah jangan pernah berpikir untuk gagal.”

>>deson<<

Ji-Yong mengerutkan keningnya saat rasa asam pedas melewati kerongkongannya.

“Bagaimana?”

“Enak.” Ji-Yong meletakan sumpitnya di kedalam sumpit lalu kembali menatap layar televisi.

Gadis itu menatap Ji-Yong penuh kekecewaan.

“Kau bilang Seung-Hyun Hyung[2] menyuruhku untuk datang. Kemana dia?” untuk kesekian kalinya Ji-Yong menatap kamar Seunghyun, teman terbaiknya sekaligus kakak dari gadis itu

“…”

“Hei, Choi Yi-Hyun.” Ji-Yong meninggikan nadanya. Sejak kecil Seung-Hyun tidak pernah meninggalkan Yi-Hyun sendirian, ia selalu mengajak adiknya untuk bermain bersama. Ji-Yong tidak pernah keberatan dan mengganggap Yi-Hyun sebagai adiknya juga, tapi Yi-Hyun tidak pernah mengganggap Ji-Yong sebagai kakaknya.

Ji-Yong tidak pernah peduli dengan sikap Yi-Hyun. Ia lebih suka bersikap tidak tau dari pada harus menyakiti gadis itu. Meski berkali-kali hatinya meminta untuk melihat gadis itu sekali saja, namun kepalanya terus menolak dengan berbagai alasan yang tidak benar.

Yi-Hyun mengigit bibirnya, matanya sudah berlinang tapi ia mencoba untuk tidak menangis. Ada sebuah janji tidak tertulis bahwa Yi-Hyun boleh mengikuti kemana Ji-Yong dan Seung-Hyun pergi asal ia tidak menangis atau merengek. Itu juga yang membuat gadis itu terlihat kelelakian. Memakai celana dan kaus, pandai bermain game, jago karate dan sepakbola.

“Kenapa kau ingin menangis?” ia tidak melemparkan pertanyaan itu pada Yi-Hyun tapi pada dirinya sendiri.

Untuk beberapa hal Yi-Hyun menjadi berbeda. Gadis itu menjadi gadis rumahan dan belajar membuat Kimchi dan cookies. Jika pergi ia akan menggunakan dress dan mengikat rambutnya dengan sangat rapih. Hanya menonton sepak bola dari jauh dan mulai berteman dengan perempuan seusianya.

Dan hari ini… gadis itu terlihat akan menangis.

“Apakah mesim ATM itu begitu menarik? Atau kau sedang memikirkan sebuah cara untuk merampoknya.” Sebuah suara menariknya kembali ke sudut kafe di Cheondamdong.

Seorang gadis dengan dress putih menarik kursi dihadapannya. Ia menaruh sebuah kotak diatas meja  sambil tersenyum cerah. Rambutnya diikat sederhana namun terasa familiar di dalam ingatannya. Gadis itu mengingatkan dirinya pada seseorang.

“Aku membuat kimchi. Apa kau mau mencobanya?” gadis itu membuka kotak yang dibawanya.

Ji-Yong menatap kimchi itu dengan nanar Jika mesin waktu itu benar-benar ada. Ia akan mencarinya dan pergi ke masa lalu. Pergi kehadapan gadis itu dan memakan kimchi yang di buat dengan senang hati. Tidak membuat gadis itu menangis dan memperbaiki semua kesalahannya.

“Kau mengingatkanku pada seseorang.” Ji-Yong mengambil sumpit lalu menyumpit sepotong kimchi. Rasanya tidak jauh berbeda dengan kimchi yang pernah di makannya dulu.

Dia menyukai gadis itu. Sangat mencintainya. Ia tidak pernah berpikir bahwa gadis itu mirip dengan Yi-Hyun. Tidak pernah memikirkannya sebelumnya, tapi hari ini ia merasa bahwa kedua sangat mirip. Apa karena dia sedang merindukan gadis itu sehingga apa yang dilihat dan dirasanya terasa sama atau keduanya memang sama.

“Choi Yi-Hyun?” ucap gadis itu membuat Ji-Yong berhenti mengunyah

Gadis itu membuka tasnya kemudian menyerahkan sebuah buku dengan sampul sketsa wajahnya. Ia tau bahwa Yi-Hyun yang menggambar sampul itu. Sebuah buku yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

“Seung-Hyun memberikannya padaku.”

Alat untuk membuat Ji-Yong Oppa jatuh Cinta.

Tulisan tangan Yi-Hyun tertata rapih di halaman depan. Kata-kata yang membuat kening Ji-Yong berkerut. Gadis itu pernah berkata bahwa ia ingin menciptakan alat, tapi ia tidak pernah tau alat seperti apakah itu

1.  Ji-Yong oppa menyukai gadis berambut panjang dan tampak cantik saat memekai dress putih

Ji-Yong ingat saat Yi-Hyun menanyakan seperti apa orang yang disukainya lalu tanpa sadar ia menunjuk Kim Tae-Hee yang sedang memakai baju putih. Gambar itupun dipajang dibawah tulisan tangan Yi-Hyun.

2.      Ji-Yong oppa sangat menyukai masakan buatan sendiri terutama gadis yang pandai membuat kimchi

Untuk pertama kalinya Yi-Hyun datang kerumahnya untuk bertemu ibunya dan meminta resep dan cara membuat kimchi. Meskipun bagi gadis lainnya membuat kimchi adalah pekerjaan sehari-hari tapi bagi Yi-Hyun membuat Kimchi adalah sebuah masterpiece pribadinya.

3.      Ji-Yong oppa lebih suka diam dirumah dari pada keluar rumah

Ji-Yong mengaku bahwa hal ini ia katakan saat ia marah pada Yi-Hyun yang terus mengajaknya menonton film dan makan direstoran. Kini ia menyesal kenapa ia harus mengatakan hal itu pada gadis itu dan membuat gadis itu bersedih.

4.      Ji-Yong oppa tidak suka melihat perempuan menangis

Tidak ada catatan apapun dalam halaman ini dan Ji-Yong pun semakin menyadari bahwa ia sudah membuat gadis itu menangis dalam banyak hal. Ia tidak pernah membalas ketulusan hati Yi-Hyun, bahkan ia tidak pernah melihat Yi-Hyun sebagai seorang gadis.

Ia hanya takut. Takut jika Seung-Hyun akan marah dan membuat persahabatan mereka menjadi renggang. Meskipun Seung-Hyun tidak pernah mempedulikannya. Ia suka jika adik dan sahabatnya bahagia dan dengan kata lain Ji-Yong sudah menghancurkan cita-cita Seung-Hyun dan cinta Yi-Hyun.

Nb: alat ini sangat manjur jika dilakukan dengan penuh cinta bagi siapapun yang dilihatnnya sebagai seorang perempuan XD

Ji-Yong menarik ujung bibirnya tidak bisa berkomentar pada halaman terakhir buku itu. Apa yang dikatakan gadis itu benar ia tidak bisa mengelak lagi.

“Jadi kau mengikuti saran gadis itu?” Ji-Yong menatap gadis dihadapnya.

Gadis itu memiringkan kepalanya, “mencoba tidak ada salahnya bukan.”

“Ya~…” Ji-Yong mengakuinya, “tapi itu hanya mengingatkannya padanya dan membuatku merasa bersalah.”

Gadis itu mengendurkan senyumannya, “Maaf.”

Ji-Yong menepuk tangan gadis itu perlahan, “Sudahlah. Lagi pula besok kita akan menikah dan biarkan Yi-Hyun istirahat dengan tenang di sisi-Nya.”

Gadis itu mengangguk, kemudian memulai obrolan sederhana yang membuat mereka terlarut dalam dunia mereka berdua. Membiarkan diri mereka mengetahui diri masing-masing lebih dalam dan membiarkan tatapan mereka menjelaskan kepada orang-orang bahwa mereka sedang dalam sebuah hubungan khusus.

Untuk terakhir kalinya Ji-Yong melirik ke mesin ATM yang ada di sebrang kafe, “Yi-Hyun… Aku tidak berjanji akan mencintaimu seumur hidupku tapi kau selalu mempunyai tempat di hatiku.”

-END-


[1] Oppa: panggilan untuk kakak laki-laki yang diucapkan oleh perempuan
[2] Hyung: panggilan untuk kakak laki-laki yang diucapkan oleh laki-laki

=====================================================================

Cerita ini hmmm… untuk lomba tapi karena tidak menang jadi saya posting disini. Meskipun tidak diberitahukan alasan kenapa cerita iini tidak menang, tapi saya tau kenapa cerita ini gagal. Yaitu karena settingnya bukan di Indonesia…TT.TT

Next Post
Leave a comment

5 Comments

  1. ceritanya romantis, menyedihkan, dan bikin terharu.
    baru menyesal dan menyadari cinta tulus seorg gadis klo orgnya udh ga ada.
    kasian dua-duanya deh.

    Like

    Reply
  2. Eliza

     /  December 5, 2013

    Bagus bgt,lebih bagus lagi kalo dilihat-inpas yi hyun meninggal thor,atau sudut pandang yi hyun gitu.. 😀

    Like

    Reply

Leave a comment